19/04/2024

AsiaNationNews.com

Honesty – integrity – Trust

Politik Uang Menjadi Budaya di Tengah Masyarakat, Akibat Absennya Politik Kesejahteraan

(Juni/06/2022)

 

Laporan : iv001

 

Bima (ANN) – Pemilihan Kepala Desa (pilkades) serentak di sejumlah 57 Desa yang akan melakukan pemilihan serentak pada tanggal 06 Juli 2022, Khususnya di wilayah kabupaten BIMA , kembali memunculkan fenomena money politics atau politik uang.
Dalam pandangan ketua Dewan Pimpinan Kecamatan Belo Partai Rakyat Adil Makmur (DPKc PRIMA Belo ) Hamdiah putra panglima soki yang biasa di sapa dengan PANGLIMA dalam pandangannya pada tanggal (20/06/2022), Fenomena politik uang di pilkades di sejumlah 57 desa yang akan melakukan pemilihan serentak DI wilayah kab Bima, bisa jadi merupakan turunan dari tindak serupa di level kontestasi demokrasi level di atasnya, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan presiden, dan pemilihan anggota legislative.

Pilkades di Indonesia ada sejak masa penjajahan, bahkan sejak masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Yang dimaksud pemilih pada waktu itu hanyalah kalangan terbatas, seperti kalangan elite desa maupun keturunan kepala desa yang sebelumnya. Pilkades adalah suatu pemilihan secara langsung oleh warga desa dan kepala desa terpilih dilantik oleh bupati. Dalam tataran ideal, pilkades sebenarnya membantu masyarakat desa karena merupakan wadah demokrasi, yakni sebagai ruang kebebasan untuk dipilih atau memilih pemimpin desa. Menurut panglima , modus atau pola politik uang dalam pilkades meliputi tiga pola.

Pertama, menggunakan tim sukses yang dikirim langsung kepada masyarakat untuk membagikan uang, Kedua serangan fajar, Ketiga, penggelontoran uang besar-besaran secara sporadis oleh pihak di luar kubu calon kepala desa, yaitu bandar/pemain judi.
Faktor-faktor yang memengaruhi politik uang di antaranya faktor kemiskinan. Artinya demokrasi kita di Indonesia mulai dari tingkat terendah pemilu Desa sampai tingkat pemilu presiden, Demokrasi dikendalikan oleh segelintir orang yang punya kekuatan materi (uang), sehingga money politics menjadi ajang masyarakat mendapatkan uang. Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi, yakni termasuk tindakan menerima suap dan jual beli suara yang melanggar hukum, ini tidak ubahnya dengan human trafiking (penjualan manusia). Rakyat Biasa selalu saja jadi tumbal/komoditas politik bagi segelintir orang yang punya uang.

Bagi Rakyat Biasa, yang terpenting mereka mendapat uang dan dapat memenuhi kebutuhan hidup, ini diakibtkan beberapa faktor, pertama, absennya pendidikan politik di tengah masyarakat tentang politik yang baik, yang kedua juga penyebab segelintir orang mengendalikan politik dengan kekuatan uangnya. Tidak semua orang tahu apa itu politik, bagaimana bentuknya, serta apa yang ditimbulkan politik.

Itu semua bisa disebabkan karena tidak adanya pembelajaran atau pendidikan tentang politik di sekolah-sekolah atau masyarakat sendiri yang kurang peduli terhadap politik. Ketika ada hajatan politik, seperti pemilihan umum, masyarakat bersikap mengabaikan esensi dan lebih mengejar kepentingan pribadi sesaat.

Menurutnya, faktor kesadaran politik yang mendukung politik uang. Bahwa politik uang adalah hal tidak biasa dalam kontestasi pemilihan di tingkat pusat maupun desa.
Kasus politik uang belum mendapat perhatian lebih dalam regulasi atau peraturan perundang-undangan kita di tingkat pemilu desa, kami tidak menumuinya secara tegas ungkapnya.

Sangat berbeda dengan UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan UU tentang Pemilihan Kepala Daerah yang secara detail mengatur penanganan tindak pidana politik uang.

Dalam pandangan ketua DPKc PRIMA Belo,Seharusnya ada regulasi yang menyediakan dasar mengatasi dan menuntaskan masalah tersebut, nyatanya hal itu tidak terjadi dan politik uang terus menjamur bagai hantu yang tidak bisa disentuh namun selalu menampakkan bentuk.

Politik uang juga sudah diatur dalam Pasal 149 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sanksinya sembilan bulan penjara atau denda Rp500 juta. Jika menggunakan regulasi tentang suap, ancaman hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Ini tentu tak cukup untuk menyelesaikan ”permainan” yang sudah menjamur di tengah masyarakat. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 12/2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam negeri dan Pemerintah Daerah masih punya kelemahan utama dalam sistem pengawasan, tentu hal ini harus menjadi perhatian khusus, terutama DPR, untuk meninjau kembali tetang Peraturan Pemilu Kepala Desa.

Namun faktanya, selama ini, setiap menjelang pemilihan umum, semua peserta membuat kesepakatan menolak money politics yang disaksikan semua aparat penyelenggara, pengawas, dan pengama, tapi selalu ada yang diam-diam mengkhianati kesepakatan tersebut.

Ketika berkampanye banyak calon gembar-gembor mengajak rakyat menolak money politics, tapi diam-diam tim sukses membagi-bagi uang kepada rakyat. Penegakan hukum terhadap tindak pidana money politics di pilkades dapat dilakukan dengan beberapa cara.

Meminjam teori sistem hukum L. M. Friedman, ada beberapa elemen yang dapat dibangun, yaitu memperkuat struktur hukum aparatur penegak hukum, sosialisasi dan penegakan substansi/isi hukum, dan membangun budaya hukum antikorupsi kepada masyarakat pemilih dan para kandidat.

Peninjauan kembali UU Desa agar perundangan tersebut menjadi acuan yang tegas dalam menjalankan pemerintahan desa. Hal yang perlu menjadi perhatian kita semua adalah sehebat apa pun dan seberat apa pun sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana politik uang, sangat tidak berarti jika tidak dilandasi kesadaran masyarakat terhadap demokrasi itu sendiri.

Perlu waktu yang lama untuk menghilangkan budaya politik uang di pilkades kabupaten Bima, tetapi bukan berarti tidak bisa, dan ini menjadi pekerjaan kita semua. Justru pada tataran pemerintahan desa, seharusnya pemerintah peduli agar politik uang bisa dihentikan sejak dini.

Maka dari itu panglima mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat di kab Bima agar sama sama menciptakan Pilkades yang jujur, transparan, cerdas, aman dan damai agar bisa mewujudnya rakyat yang berdaulat adil, makmur, bahagia dan damai.

 

About Post Author